Pengertian Kemiskinan
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin.
Kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal. Kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan; kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka sendiri.
Berikut merupakan peta penyebaran kemiskinan di Indonesia :
Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi negara berkembang, bahkan
negara-negara maju pun mengalami kemiskinan walaupun tidak sebesar negara Dunia Ketiga. Secara umum, jenis-jenis kemiskinan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Pertama, kemiskinan absolut, di mana dengan pendekatan ini diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan.
Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif bersifat dinamis dan tergantung di mana seseorang tinggal. Untuk lebih mengetahui secara pasti tingkat kemiskinan suatu masyarakat maka diciptakan indikator kemiskinan atau garis kemiskinan. Di Indonesia, garis kemiskinan BPS menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Selain itu, terdapat garis kemiskinan lainnya, yaitu garis kemiskinan Sajogyo dan garis kemiskinan Esmara. Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras. Kelemahan dari metode ini adalah hanya menggunakan acuan satu harga komoditi dan porsinya dalam anggaran keluarga, bahkan dalam keluarga miskin, menurun secara cepat.
Berdasarkan kelemahan tersebut Esmara mencoba untuk menetapkan suatu garis kemiskinan pedesaan dan perkotaan yang dipandang dari sudut pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial, seperti yang diungkapkan secara berturut-turut dalam Susenas.
Kemiskinan, menurut Sharp et al., dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan versi Nurkse sangat relevan dalam menjelaskan fenomena kemiskinan yang terjadi di negara-negara terbelakang. Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor).
Menurut Thorbecke, kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan; kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka sendiri. Hasil studi atas 100 desa yang dilakukan oleh SMERU Research Institute memperlihatkan bahwa pertumbuhan belum tentu dapat menanggulangi kemiskinan, namun perlu pertumbuhan yang keberlanjutan dan distribusi yang lebih merata serta kemudahan akses bagi rakyat miskin.
Strategi penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di
Jepang, solusi yang diterapkan adalah dengan menerapkan pajak langsung yang progresif atas tanah dan terbatas pada rumah tangga petani pada lapisan pendapatan yang tinggi, sedangkan Cina melakukannya melalui pembentukan kerangka kelembagaan perdesaan dengan kerjasama kelompok dan brigades di tingkat daerah yang paling rendah (communes).
Di sisi lain, solusi pemberantasan kemiskinan di Taiwan melalui mobilisasi sumber daya dari sektor pertanian dengan mengandalkan mekanisme pasar. Selain strategi di atas, ada juga Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi atau Rural-Led Development yang menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin. Di Indonesia, salah satu strategi penanggulangan kemiskinan ditempuh melalui pemberdayaan partisipatif masyarakat melalui P2KP. Sasaran dari program ini adalah kaum miskin perkotaan yang sangat rentan terhadap krisis dibandingkan dengan masyarakat perdesaan.
Saat ini pemerintah sedang melakukan penajaman dokumen mengenai Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Pada 2003, pemerintah telah menyusun sebuah kerangka proses penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan jangka panjang yang dituangkan ke dalam Dokumen Interim Strategi Penanggulangan Kemiskinan (Interim Poverty Reduction Strategy Paper). Dalam rangka pengarusutamaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, maka pemerintah menyiapkan pedoman dan petunjuk bagi instansi sektoral dan daerah untuk menyusun program dan rencana anggaran pembangunan yang berpihak pada upaya penanggulangan kemiskinan serta memberikan bantuan teknis kepada instansi sektoral dan daerah untuk melaksanakan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan secara terdesentralisasi.
Kelemahan-kelemahan yang ditemui dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran strategi penanggulangan kemiskinan selama ini telah dirumuskan menjadi lima kategori, yaitu (1) aspek kelembaga an penanggulangan kemiskinan, (2) kebijakan dan penganggaran program untuk penanggulangan kemiskinan, (3) sumber daya manusia, (4) data dan informasi mengenai kemiskinan, dan (5) sistem monitoring dan evaluasi (monev) terhadap kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Angka kemiskinan berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada bulan Maret 2006 jumlah penduduk miskin terus meningkat hingga mencapai 39,05 juta atau 17,75 persen dari 222 juta penduduk Indonesia. Jumlah pengangguran terbuka berdasarkan sumber yang sama pada bulan Februari 2006 sebanyak 10,4 persen dari angkatan kerja sebanyak 106,3 juta orang.
Sasaran pembangunan nasional yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (2004 – 2009) di bidang ekonomi adalah pertama, mengurangi tingkat pengangguran dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 6,7 persen pada tahun 2009. Kedua, menurunkan tingkat kemiskinan dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Dan, ketiga, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari 4,5 persen tahun 2003 menjadi 7,2 persen pada tahun 2009. Dalam lima tahun mendatang pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai rata-rata 6,5 persen.
Berbagai program penanggulangan kemiskinan yang tersebar di berbagai departemen/lembaga terkait dirasa masih belum cukup optimal dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Meningkatnya anggaran untuk penanggulangan kemiskinan yang tersebar di 19 departemen/LPND setiap tahunnya tidak serta merta menurunkan angka penduduk miskin.
Seiring dengan meningkatnya tuntutan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) maka upaya penanggulangan kemiskinan paling tidak harus didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Secara substansial, upaya penanggulangan kemiskinan perlu diwujudkan melalui strategi dasar pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan peranserta aktif masyarakat dalam berusaha, meningkatkan pendapatan serta pada akhirnya dapat mencapai kesejahteraannya secara mandiri dan berkelanjutan.
Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah, pertama, penyempurnaan arah kebijakan, pedoman pelaksanaan, dan manajemen pengelolaan program agar program-program yang sedang berjalan di tahun 2006 dapat semakin berdampak pada peningkatan kesejahteraan penduduk miskin; kedua, pemfokusan anggaran pada kebijakan yang mampu memberikan dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan penduduk miskin; ketiga, mengembangkan desain program yang mampu memberikan dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan penduduk miskin; keempat, mengembangkan sistem pendataan rumah tangga miskin yang semakin akurat; dan kelima, mengembangkan mekanisme komunikasi dan kerja sama yang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat lebih mempunyai kepedulian tinggi kepada penduduk miskin di daerahnya. Untuk itu, berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah tersebar di departemen/LPND perlu dikoordinasikan dan diintegrasikan agar dapat lebih efektif dan efisien dalam menurunkan angka kemiskinan.
Berbagai komponen bangsa sepakat bahwa untuk meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia agar maju, mandiri dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain, serta dapat mencapai tujuan pendirian NKRI sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melaksanakan pembangunan manusia. Komitmen bukan hanya di antara sektor-sektor pemerintah pusat dan daerah, tetapi lebih luas lagi, semua unsur bangsa Indonesia yang mencakup pula kelompok masyarakat madani dan dunia usaha.
Mereka mengangkat suatu sudut pandang bahwa pembangunan nasional harus bertumpu pada pengembangan kualitas, harkat dan martabat manusia, yang beriringan dengan pertumbuhan ekonomi dan demokrasi. Pembangunan manusia merupakan suatu upaya dan proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki warga, khususnya pilihan-pilihan paling mendasar yang dibutuhkan oleh setiap warga. Diantaranya adalah: berumur panjang dan sehat, menguasai ilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk hidup layak, serta memiliki kebebasan politik dan jaminan atas hak asasi dan harga diri.
Selama ini berbagai pihak, baik perorangan, lembaga swadaya masyarakat, maupun lembaga formal telah terlibat dengan upaya pembangunan yang berorientasi kualitas dan martabat manusia. Apa yang mereka kerjakan telah memberikan andil penghormatan, perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak dasar warga negara, diantaranya dalam bidang pangan, kesehatan, pendidikan, rasa aman bagi masyarakat, juga penguatan wawasan kebangsaan, keagamaan, kebudayaan dan etika. Namun demikian, upaya yang telah mereka lakukan seringkali tidak terdokumentasi dengan baik, sehingga untuk memahami lebih mendalam dan mengambil manfaat praktis dari pengalaman yang mereka lakukan masih memerlukan lebih banyak data dan informasi.
Di pihak lain, agar komitmen pembangunan manusia dapat berkembang secara berkelanjutan dengan langkah-langkah nyata, diperlukan “mesin penggerak” untuk mengelola program tersebut agar hasilnya memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Pemerintah daerah merupakan pihak yang paling bertanggung-jawab untuk melaksanakan paradigma pembangunan manusia di wilayah masing-masing. Banyak diantara mereka telah selalu melakukan prakarsa dan inovasi di dalam pembangunan manusia, meskipun dana yang tersedia terbatas. Namum beberapa daerah masih belum terlihat upayanya dalam pembangunan manusia. Maka mengembangkan kapasitas daerah agar lebih mampu menyusun pengaturan, perencanaan, kelembagaan dan pendanaan yang mengikutsertakan seluruh stakeholders masih sangat perlu dilakukan untuk penerapan paradigma pembangunan manusia.
Berbagai langkah telah dikembangkan secara nasional dan sedang ditindaklanjuti di daerah, diantaranya pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD), dan penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPKD). Kebijakan-kebijakan telah digariskan seperti mendorong kemandirian dan diversifikasi pangan, revitalisasi pendidikan, pembangunan kesehatan, dan penganggaran yang pro-poor. Selama beberapa tahun telah dilakukan pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sangat perlu didayagunakan karena merupakan indikator outcomes atas hasil kinerja yang dilakukan pemerintah daerah. Juga, tujuan-tujuan pembangunan milenium (MDGs) sebagai komitmen internasional, merupakan ukuran-ukuran yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan pembangunan manusia.
Kami tidak tahu harus memulai kisah ini darimana, terlalu tragis untuk kami ceritakan, namun terlalu ironis pula apabila kami pendam sendiri. Pertemuan pertama kami dengan anak-anak ini terjadi ketika kami melintasi lampu merah Gunung Sahari. Saat itu kami sedang mendapat tugas untuk mengadakan wawancara dengan para anak jalanan. Ketika melihat sekelompok anak yang sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing, kami langsung sadar bahwa merekalah anak yang kami rasa tepat untuk kami ajak bicara. Bila ditanya alasan khususnya, mungkin kami juga tidak tahu jawaban yang pasti. Kami hanya bisa mengikuti kata hati kami saat itu.
Setelah mengumpulkan beberapa anak, kami mengajak mereka ke restaurant makan cepat saji “Popeye’s” yang terletak di Maspion Plaza, jarak antara lampu merah Gunung Sahari dan restaurant Popeye’s tidaklah terlalu jauh. Pada kesan pertama, mereka cukup waspada atas ajakan kami dan kami sangat memakluminya. Setelah mengadakan pembicaraan ringan dengan kelima anak ini, disinilah kisah mereka akan kami paparkan.
CACA
Caca adalah seorang anak perempuan biasa. Lahir dengan nama Holicia, berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Sekarang usia Caca sudah mencapai 8 tahun. Namun, di usianya yang masih sangat dini, Caca sudah harus merasakan kerasnya hidup di ibukota. Caca setiap harinya harus berjuang untuk dapat terus mempertahankan hidupnya, bahkan kehidupan keluarganya. Caca tinggal di daerah Pademangan, dia tidak tahu alamat pastinya.
Kegiatan sehari-hari Caca dimulai seperti anak kebanyakan. Caca sekarang masih menempuh pendidikannya di kelas 2 Sekolah Dasar. Caca berangkat sekolah setiap hari jam 6 pagi, belajar di sekolah, dan ketika jam sekolah usai Caca akan langsung pulang ke rumah. Sampai di rumah Caca akan menyempatkan diri untuk makan siang dan mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru di sekolahnya. Setelah kegiatan tersebut selesai, barulah aktivitas Caca yang lain dimulai. Aktivitas yang mungkin tidak banyak dilakukan oleh anak-anak seumurnya. Ketika para anak lain yang mungkin sepulang sekolah akan main, tidur siang, ataupun nonton serial kartun di telivisi, Caca malahan pergi untuk mencari nafkah.
Bisakah Anda menebak pekerjaan apa yang dilakukan leh boca berusia 8 tahun untuk memenuhi kebutuhannya? Ya, Caca berdagang asongan. Aktivitas berdagang asongan ini sudah digelutinya kurang lebih selama 2 tahun, atau lebih tepatnya ketika Caca baru berusia 2 tahun. Dulu Caca hanya berdangan di sekitar lingkungan rumahnya, tetapi penghasilan yang didapat tidaklah terlalu besar hingga akhirnya atas saran tetangganya Caca berdagang di lampu merah Gunung Sahari. Barang dagangan yang ditawarkan Caca sehari-hari seeperti rokok, korek api, minuman ringan, permen, dll. Apabila lampu merah Gunung Sahari sedang sepi, Caca bersama teman-temannya akan beralih tempat ke lampu merah Mangga Dua yang jaraknya tidak terlalu jauh, dan biasanya memang cederung ramai dan macet. Sehingga, mereka memiliki kesempatan untuk menawarkan barang-barang dagangannya.
Caca memulai aktivitas berdagang asongannya sejak jam 1 siang sampai jam 6 sore, apabila barang dagangannya belum habis kadang-kadang Caca harus terpaksa berdagang sampai jam 7 malam. Penghasilan yang didapat Caca dari berdagang asongan sehari-hari adalah Rp 7.000,- sampai Rp 10.000,-. Tentunya penghasilan tersebut tidak akan cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya. Semua uang yang Caca dapat dari berdagang asongan akan diserahkan kepada Ayah atau Ibunya.
Saat ini Caca masih tinggal bersama kedua orang tuanya dan dua orang adik. Caca merupakan anak sulung. Ayah Caca berprofesi sebagai penjual sapu keliling yang pendapatan sehari-harinya kadang tidak menentu (Caca tidak tahu pasti penghasilan yang didapat Ayahnya sehari-hari). Ibu Caca sendiri selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga, juga menerima jasa cucian tetangga-tetangga disekitar lingkungan rumah mereka. Karena keadaan ekonomi yang sulit seperti di zaman sekarang inilah mereka terpaksa harus merelakan Caca membantu mereka mencari nafkah.
Kami bertanya pada Caca apakah Caca merasa terpaksa melakukan perkerjaan seperti ini, dan kami sangat terkejut dengan jawaban yang disampaikannya. Caca tidak pernah merasa terpaksa karena ia ingin bekerja demi membantu kehidupan keluarganya dan membiayai sekolahnya.
Walaupun lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak mampu tetapi Caca masih mempunyai mimpi yang ingin ia gapai. Caca berharap suatu hari nanti dia bisa menjadi guru, agar dapat mengajar di sekolah-sekolah. Selain itu, Caca ingin sekali bisa mengikuti kursus bahasa Inggris, biar tidak kalah dengan anak-anak lain. Betapa mulianya cita-cita hidup Caca dan kami merasa ia layak mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari yang ia jalani sekarang.
ARI
Siang itu pemandangan di lampu merah Gunung Sahari tidak berbeda dengan hari-hari biasa. Pemandangan ketika lampu lalu lintas menyala merah. Pemandangan ketika anak-anak jalanan berhamburan menghampiri orang-orang yang terpaksa berhenti. Pemandangan ketika anak-anak menjulurkan tangan -- sebagian sambil mengelus-elus perut, sebuah ungkapan yang menggantikan kalimat "aku lapar". Pemandangan ketika seorang ibu ikut menjulurkan tangan kanannya, sementara tangan kiri menahan kain yang menutupi tubuh bayinya -- sebuah ungkapan kasih naluriah seorang ibu yang sedang melindungi bayinya dari panas terik matahari.
Begitu lampu hijau menyala, anak-anak ini menyingkir; ibu dengan bayinya juga ikut menyingkir. Sebagian naik ke jalur hijau, sebagian lagi kembali ke pinggir jalan, menunggu lampu merah menyala kembali. Inilah pemandangan sehari-hari di lampu merah Gunung Sahari.
Ari, seorang anak yang kira – kira berusia 9 tahun pun ikut menghambur ke jalanan begitu lampu merah menyala. Saya tertarik terhadap dirinya, oleh karena itu ketika lampu hijau kembali menyala, saya pun menghampiri Ari untuk menanyainya. Ari telah mulai mengamen sejak berumur 4 tahun. Dia tidak mengenal orang tuanya sama sekali. Ari tidak pernah mengenyam pendidikan dalam kehidupannya. Hidupnya hanya dipenuhi dengan mengamen setiap harinya. Ari tinggal bersama seorang “bapak asuh“ dan teman –temannya.
Karena penasaran saya pun menanyakan apa yang dimaksud dengan bapak asuh. Ternyata sosok asli seorang bapak asuh sangat jauh dari mengasuh atau mengayomi.Bapak asuh adalah orang yang menampung anak – anak jalanan seperti Ari dan memberikan pekerjaan tertentu kepada mereka. Para anak – anak jalanan yang mencari uang memiliki peran mereka masing –masing. Ada yang memainkan alat musik, sedangkan temannya bernyanyi atau jika ada yang menjadi sosok pengemis, maka akan ada orang yang menjadi juru bicara dan yang lain bertugas menarik iba dari pengguna jalan. Tiap anak memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri – sendiri. Semua uang yang akan dihasilkan oleh anak – anak ini kemudian akan diberikan kepada bapak asuh.
Ternyata anak – anak jalanan sering mendapat perlakuan tidak adil dari bapak asuh. Misalnya, dalam pemberian jatah makan saja, anak jalanan yang bertugas sebagai 'penyanyi' akan mendapatkan jatah makanan yang lebih sedikit daripada mereka yang 'bermain musik'. Penyiksaan secara mental pun sering mereka terima berupa caci maki jika mereka pulang dengan hasil yang tidak memuaskan.
Dalam sehari biasanya Ari mendapatkan penghasilan antara Rp 5000,- sampai Rp. 25.000,- dan semua itu akan diberikan kepada bapak asuh baru dia akan mendapatkan makanan dari bapak asuhnya. Dia tidak tahu berapa penghasilan sehari – hari bapak asuhnya karena dia tidak berani menanyakannya. Dia takut dimaki dan dipukuli jika menanyakannya.
Ternyata Ari dulu pernah terkena penangkapan. Dia berkata tiba – tiba ada beberapa orang yang berlarian ke arah anak – anak jalanan kemudia mereka semua dimasukkan ke dalam truk tertutup. Ketika mereka diturunkan, Ari berada di tempat yang tidak dikenalnya. Di tempat ini dia bisa mandi,diberi makan, dan diajarkan ketrampilan – ketrampilan termasuk baca tulis agar nanti mereka tidak perlu mengamen lagi. Setelah beberapa minggu Ari mulai merasa bosan dengan keadaan ini. Beberapa hari kemudian ia mendapat kesempatan melarikan diri. Ketika teman-temanya sudah tidur, diam-diam ia keluar kamar, lalu memanjat tembok dan keluar dari tempat tersebut. Ia bilang lebih enak tidur di emperan jika sedang mengantuk, lebih seru melihat polisi yang mengejar orang yang tidak memakai helm daripada menulis huruf – huruf aneh. Di tempat itu semuanya teratur, Ari merasa tidak bebas disana karena itu dia tidak menyukainya. Dia cukup menyukai perkerjaannya sebagai pengamen karena dengan mengamen dia akan mendapatkan makan dan dia dapat bermain bersama teman – temannya di sela – sela kegiatan mengamennya. Dia tidak pernah berpikiran untuk berhenti mengamen selama ini.
Setiap hari Ari mengamen di perempatan lampu merah Gunung Sahari dari pukul 6 pagi sampai pukul 6 siang. Ketika saya menanyakan apakah itu tidak melelahkan, dia menjawab jika dia merasa lelah dia akan beristirahat sejenak. Bekerja sebagai pengamen enaknya bebas, tidak ada yang mengawasi seperti ketika dia ditangkap sehingga dia bebas untuk berbuat apa saja selama dia menyerahkan setoran yang cukup untuk bapak asuhnya.
Ari berkata bahwa dalam kondisi cuaca seperti apapun, entah itu hujan atau panas terik, dia akan tetap mengamen. Memang orang yang memberikan sedekah akan berkurang jumlahnya pada waktu hujan namun jumlah uang yang diberikan akan semakin tinggi. Pernah ada orang yang memberikan dia uang senilai Rp 5.000,- pada waktu hujan. Itu merupakan jumlah uang terbanyak yang pernah diterima Ari melalui satu orang.
Jangan dilihat dari badannya yang kurus kerempeng, sebenarnya tubuh Ari sangatlah tahan banting. Meskipun dia mengamen setiap hari dalam berbagai kondisi cuaca, ternyata dia jarang sekali sakit. Sakit yang paling sering dialaminya hanyalah sakit perut karena lapar, kadang satu dua kali dalam beberapa bulan dia masuk angin. Meskipun sedang masuk angin, dia akan tetap mengamen. Mau makan apa kalau tidak mengamen ? Begitu katanya.
Tidak pernah terpikirkan oleh Ari untuk bersekolah, bukan hanya karena biaya tapi juga karena yang dia pikirkan setiap harinya hanyalah bertahan hidup dan mencari sesuap nasi.
ANTO
Tidak terlalu banyak aktifitas yang dijalankan oleh Anto sehari-hari. Anto tidak pernah bersekolah, walaupun umurnya sudah mencapai 6 tahun tapi ia tidak masuk ke sekolah dasar. Salah satu alasan mengapa Anto tidak bersekolah adalaha karena masalah ekonomi, tetapi Anto ingin sekali bisa bersekolah sehingga bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Kegiatan yang biasa dilakukan oleh Anto di Lampu Merah Gunung Sahari adalah mengamen menggunakan kerincingan dari beberapa tutup botol bekas, kemudian meminta uang untuk biaya makan sehari-hari. Penghasilan yang didapat oleh anto dalam waktu sehari hanya kurang lebih Rp.10.000,-. Dengan penghasilan sebesar tersebut, Anto tidak bisa menabung, bahkan untuk makan sehari-hari saja kadang tak cukup. Tulang-tulang yang menonjol di sekitar daerah leher dan pundak menunjukkan kebenaran akan ketidakcukupan Anto, selain itu baju dan tidak adanya alas kaki yang dipakai membuat Anto semakin terlihat sangat kekurangan.
Sungguh tragis nasib yang menimpa Anto, bukan hanya kekurangan dalam kebutuhan fisik, tetapi ia pun tidak lagi tinggal bersama Anto. Saat ditanya dimana orang tua Anto, ia tidak tahu. Sama sekali tidak ingat akan orang tuanya. Sewaktu ditanya siapa yang menyuruh Anto melakukan aktifitas seperti ini, ia menyebutkan nama seseorang, yaitu Bang Juanda. Anto bilang bang Juanda adalah orang yang biasa mengatur dan mengawasi Anto bekerja di sekitar lampu merah. Apakah bang Juanda berpenghasilan, sudah sangat jelaslah bahwa pengahsilan bang Juanda merupakan usaha anak-anak suruhannya juga, seperti Anto.
Kegitan seperti mengamen dan minta-minta ini baru saja dilakukan oleh Anto sekitar 3 bulan yang lalu. Setiap hari tidak ada hari libur bagi Anto, ia beraktifitas dari pagi sampai dengan sore, panas ataupun hujan, dari pukul 8 pagi sampai dengan 5 sore, Anto beredar di tengah jalanan agar ia tetap bisa bertahan hidup. Selama 8 jam itu, kadang ia juga tak sempat makan dan minum, karena harus tetap bekerja jika jamnya belum jam 5 sore. Sungguh anak yang lugu dan penurut. Ia juga tidak pernah berusaha untuk mencuri-curi waktu untuk beristirahat sedikitpun, Anto sangat patuh sama bang Juanda.
Anto tinggal disekitar daerah jembatan ancol, tidak tau pastinya tetapi ia tidaklah tinggal dirumah yang layak. Anto bercerita di dekat tempat tinggalnya banyak tumpukan sampah dan rumahnya pun terbuat tidak dari tembok, kemungkinan besar terbuat dari triplek. Anto tinggal bersama seorang kakaknya berumur 8 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Tetapi, sewaktu ditanya kakaknya yang mana, ternyata kakaknya Anto tidak beraktifitas di daerah tersebut. Anto menyebutkan ia tidak pernah beraktifitas bersama dengan kakaknya di satu tempat yang sama.
Selain itu, Anto juga tidak pernah berpindah tempat dalam beraktifitas. Ia selalu beraktifitas di tempat yang sama setiap harinya. Saat ditanya alasannya mengapa tidak beraktifitas di tempat yang lain, nama Bang Juanda lagilah yang keluar. Kata bang Juanda, tempat tersebut sudah baik dan ok, jadi tidak perlu ke tempat lain lagi. Anto seperti sudah di sihir oleh Bang Juanda, karena setiap kata-kata dari bang Juanda selalu diikuti dan dituruti, tanpa pernah dibantah sedikitpun.
Tuntutan dari hidup dalam kemiskinanlah yang membuat Anto mau disuruh beraktifitas meminta-minta seperti itu. Harus bisa memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Hasil yang didapatkan oleh Anto pun pastilah dipotong karena harus di setorkan ke Bang Juanda. Yang anehnya adalah Anto tidak merasa terpaksa untuk beraktifitas seperti itu, kelelahan, kepanasan, kehausan, kedinginan, tidaklah dikeluhakan oleh Anto. Anto bilang kalau setiap hari dapat uang banyak, bang Juanda tidak akan marah dan membeliakan jajanan makanan untuknya. Kepolosan dari Anto ini sangatlah dimanfaatkan oleh Bang Juanda.
SITI
Siti adalah seorang anak perempuan yang telah lama merasakan kehidupan di jalan bahkan Siti hidup dari kegiatan yang dia lakukan di jalanan tersebut. Biasanya orang – orang menyebutnya sebagai anak jalanan. Siti sudah tidak mengenal sosok ayah sejak kecil dan yang membesarkan Siti adalah ibunya. Siti mulai menggeluti pekerjaan ini sejak berumur 4 tahun dan saat ini, Siti sudah berumur 8 tahun dan dia tetap melakukan kegiatan tersebut yaitu yang biasanya orang- orang menyebutnya sebagai anak jalanan. Jalanan bukanlah hal yang asing lagi bagi Siti karena ia sudah sangat lama melakukan aktivitas di jalanan bersama dengan teman- temannya yang lain dan Siti tidak mengeluh dalam melakukan aktivitasnya sebagai anak jalanan yang mungkin orang lain merasa bahwa aktivitas tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh anak yang masih beumur 8 tahun.
Kegiatan yang biasa dilakukan oleh Siti adalah mengamen. Siti melakukan kegiatan tersebut setiap hari dari kendaraan yang satu ke kendaraan yang lain dan Siti mengaku bahwa tidak semua pengendara kendaraan tersebut mau memberikan uang kepada Siti tetapi Siti terus berusaha untuk mengamen ke banyak kendaraan ketika lampu merah menyala karena Siti menyadari bahwa ia harus melakukan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga keluarganya. Siti mempunyai dua saudara perempuan yang masih sangat kecil sehingga Siti sebagai anak sulung harus berusaha lebih keras utnuk membantu meringankan pekerjaan ibunya yang bekerja sebagai tukang minta- minta di jalanan atau biasa disebut sebagai pengemis.
Siti dan keluarganya tinggal di daerah Tanjung Priok dimana mereka tinggal dengan sangat tidak layak karena mereka hanya tinggal di pinggir jalan dan tempat tinggal yang mereka tempati hanya berupa papan kayu dan kertas koran. Dan pada sore hari sekitar pukul 3 sore, Siti dan ibunya akan berangkat menuju lampu merah Gunung Sahari yaitu tempat atau pangkalan tempat mereka biasa melakukan aktivitas mereka dengan menumpang pada truk yang biasa akan melewati daerah tersebut. Hal ini terus menerus dilakukan oleh Siti dan ibunya setiap hari. Ketika sampai di lampu merah Gunung Sahari, Siti langsung mengamen dan ibunya pun mulai meminta- minta dari kendaraan yang satu kepada kendaraan yang lain. Biasanya mereka melakukan aktivitas tersebut selama kurang lebih delapan sampai sembilan jam sehari dan uang yang biasa mereka dapat dalam seharinya adalah berkisar Rp 15.000,- sampai Rp 20.000,-. Hasil dari pekerjaan mereka tersebut hanya cukup untuk memenuhi kegiatan mereka sehari- hari yaitu makan dan minum bahkan terkadang Siti hanya meminum air jika uang yang didapat tidak mencukupi untuk ia dan keluarganya makan.
Siti sudah cukup lama melakukan aktivitas sebagai anak jalanan atau pengamen. Siti mengaku bahwa sebenarnya ia tidak ingin melakukan aktivitas ini. Bagaimanapun juga Siti hanyalah seorang anak kecil yang seharusnya mendapat perlakuan yang jauh lebih layak daripada menjadi seorang anak jalanan yang berkeliaran di jalanan tetapi hal ini harus tetap ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga saudara- saudaranya. Siti tidak pernah merasakan duduk di bangku pendidikan walaupun sebenarnya Siti sangat ingin mendapatkan pendidikan seperti selayaknya anak- anak yang lain yang dapat bersekolah dan dapat mengenyam pendidikan. Siti mengaku bahwa ia ingin menjadi anak yang pintar tetapi apa boleh dikata, keadaan sangat tidak berpihak pada Siti dan keluarganya. Pendapatan yang mereka peroleh sehari- hari hanya cukup untuk makan dan minum.
Kesimpulan
Setelah mengadakan wawancara terhadap lima orang anak jalanan, kami menarik kesimpulan bahwa mereka melakukan aktivitas di jalanan karena satu faktor yang sama, yaitu kemiskinan. Kehidupan mereka sehari-hari begitu diliputi kemiskinan, baik dalam keluarga maupun lingkungan mereka. Sehingga, mereka berharap- dengan melakukan pekerjaan di jalan setiap harinya, suatu hari nanti jalan kehidupan mereka akan berubah. Mereka masih bermimpi suatu hari nanti cita-cita, mimpi, atau harapan mereka akan dapat mereka wujudkan satu per satu. Seperti Anto, saat ini Anto sama sekali tidak bisa membaca atau menulis, namun Anto bermimpi bahwa suatu hari nanti, entah kapan, Anto ingin sekali bisa membaca, menulis, bahkan berhitung.
Pemerintah daerah maupun pusat haruslah mengambil tindakan atas fenomena sosial ini, karena kita tahu bahwa anak-anak jalanan ini merupakan pelita bangsa yang kelak di tangan merekalah nasib bangsa ini bergantung. Mereka bagaikan harta terpendam bangsa ini, yang seharusnya diasah sedemikian rupa agar menjadi pilar-pilar bangsa ini di masa mendatang.
Kami juga menyampaikan berbagai saran untuk mengatasi kemiskinan yang melanda negara Indonesia. Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori ekonomi mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Lantas apa yang dapat dilakukan? Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya. Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, namun kami nilai belumlah maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar